HAK-HAK MUSLIM ATAS MUSLIM
Bagian Ketujuh (Habis)
وَإِذَا مَاتَ فَاتْبَعْهُ
(Dan apabila ia mati, hendaklah engkau
antarkan jenazahnya)
Hak antar
sesama muslim yang keenam atau terakhir adalah mengantarkan jenazahnya ke
kuubur. Perbuatan ini termasuk amal mulia, sebagaimana diceritakan oleh sahabat
Barra bin ‘Azib :
أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ بِإِتْبَاعِ
الْجَنَازَةِ, وَعَيَادَةِ الْمَرِيْضِ, وَتَشْمِيَةِ الْعَاطِشِ, وَإِجَابَةِ
الدَّاعِى, وَنَصْرِ الْمَظْلُوْمِ
“Rasulullah saw
memerintahkan kepada kami untuk mengantarkan jenazah, menengok orang sakit,
mendo’akan yang bersin, memenuhi undangan, dan menolong yang dizhalim,”. (HR. Bukhari
dan Muslim).
Beberapa
adab yang harus diperhatikan dalam mengantarkan jenazah :
a) Mensholatkan jenazahnya
terlebih dahulu. Sahabat Zaid bin Tsabit berkata : “Apabila engkau mensholatkan
(jenazah) berarti engkau telah melaksanakan kewajibanmu”.
b) Mengantarkannya sampai ke
kuburan, kemudian menungu hingga selesai dikubur, berdasarkan riwayat berikut :
مَنْ
تَبِعَ جَنَازَةَ مُسْلِمٍ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا وَكَانَ مَعَهَا حَتَّى
يُصَلَّى عَلَيْهَا وَيُفْرَغَ مِنْ دَفْنِهَا فَإِنَّهُ يَرْجِعُ بِقِيْرَاطَيْنِ
كُلُّ قِيْرَاطٍ مِثْلُ جَبَلِ أُحُدٍ (رواه
البخارى)
“Barangsiapa
yang ikut mengantarkan jenazah seorang muslim karena iman dan karena hendak
mencari ganjaran, dan ia besertanya hingga dishalatkan dan selesai dikubur,
maka sesungguhnya ia kembali dengan (membawa ganjaran) dua qirath, sedang
setiap qirath seperti gunung Uhud”. (HR. Bukhari, dari Abu
Hurairah).
مَنْ
شَهِدَ الْجَنَازَةَ حَتَّى يُصَلِّيَ عَلَيْهَا فَلَهُ قِيْرَاطٌ, وَمَنْ
شَهِدَهَا حَتَّى تُدْفَنَ فَلَهُ قِيْرَاطَانِ. قِيْلَ : وَمَاالْقِيْرَاطَانِ؟
قَالَ : مِثْلُ الْجَبَلَيْنِ الْعَظِيْمَيْنِ (متفق عليه) وَفِى رِوَايَةِ
الْمُسْلِمِ : حَتَّى تُوْضَعَ فِى اللَّحْدِ.
“Barangsiapa hadir pada suatu
janazah sampai ia menshalatkannya, maka baginya ganjaran satu qirath. Dan
barangsiapa menghadirinya sampai dikuburkan, maka baginya ganjaran dua qirath.
Ditanyakan (kepadanya) : “Apakah dua qirath itu?” Sabdanya : “Seperti dua
gunung yang besar”. (Muttafaq ‘alaih). Dan dalam riwayat Muslim : “Hingga
jenazah itu diletakkan di liang lahad”.
c) Jangan duduk sebelum jenazah dikubur. Dari
Abi Sa’id, dari Nabi saw beliau bersabda :
إِذَا رَأَيْتُمُ الْجَنَازَةَ
فَقُوْمُوْا فَمَنْ تَبِعَهَا فَلاَ يَقْعُدَ حَتَّى تُوْضَعَ
“Apabila
kaliansekalian melihat jenazah (lewat), maka hendaklah kamu berdiri. Maka
barangsiapa yang mengantar ke kuburan, janganlah duduk sebelum jenazah selesai
dikubur”. (HR. Bukhari)
d)
Berdiam sejenak setelah selesai di kubur
untuk berdo’a memintakan ampunan kepada Allah bagi si mayit dan meminta
ketetapan baginya, sebagaimana dijelaskan dalam riwayat berikut :
عَنْ
عُثْمَانَ قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ
إِذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِ الْمَيِّتِ وَقَفَ عَلَيْهِ وَقَالَ :
اِسْتَغْفِرُوْا لِأَخِيْكُمْ وَاسْأَلُوْا لَهُ التَّثْبِيْتَ فَإِنَّهُ اْلآنَ
يُسْأَلُ
“Dari
Utsman, ia berkata : Adalah Rasulullah saw apabila selesai dari menguburkan
mayit, beliau berdiri di pinggir kubur itu dan bersabda : “Hendaklah kalian
meminta ampunan bagi saudaramu dan mintalah ketetapan baginya, karena ia sedang
ditanya”. (HR. Abu Dawud).
e)
Berjalan di depan jenazah. Dalam sebuah
hadits diterangkan :
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ
رَأَى النَّبِيَّ وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ يَمْشُوْنَ أَمَامَ الْجَنَازَةِ
“Dari
Ibnu Umar r.a. sesungguhnya dia pernah melihat Nabi saw, Abu bakar dan Umar
berjalan di depan jenazah”. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasai, Tirmidzi dan Ibnu
Majah).
Diriwayatkan pula :
عَنِ الْمُغِيْرَةِ
أَنَّ النَّبِيَّ قَالَ : اَلرَّاكِبُ
خَلْفَ الْجَنَازَةِ, وَالْمَاشِى أَمَامَهَا قَرِيْبًا عَنْ يَمِيْنِهَا أَوْ
عَنْ يَسَارِهَا
“Dari
Mughirah, bahwasanya Nabi saw bersabda : “(Tertibnya mengantar jenazah itu
ialah) yang berkendaraan di belakang jenazah, yang berjalan di depan jenazah,
tidak jauh dari jenazah, sebelah kanan atau sebelah kirinya”. (HR. Ibnu Majah,
Abu Dawud, Nasai dan Hakim).
f)
Mengantarkan jenazah tidak boleh rebut walaupun
berupa dzikir, tetapi hendaklah merendahkan diri dan khusyu, seraya berfikir mengambil
pelajaran dari peristiwa kematian itu. Rasulullah saw bersabda :
قَالَ زَيْدُبْنُ
أَرْقَمَ, قَالَ النَّبِيُّ : إِنَّ اللهَ
تَعَالَى يُحِبُّ الصُّمْتَ عِنْدَ ثَلاَثَةٍ : عِنْدَ تِلاَوَةِ الْقُرْآنِ,
وَعِنْدَ الزَّحْفِ, وَعِنْدَ الْجِنَازَةِ)
“Kata
Zaid bin Arqam, Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya Allah swt menyenagi
diam dalam tiga hal : ketika membaca Al Qur’an, ketika perang, dan ketika
mengantarkan jenazah”. (HR. Thabrani).
Dalam
keterangan lain dinyatakan :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ
قَالَ : نَهَى رَسُوْلُ اللهِ أَنْ تُتْبَعَ جِنَازَةٌ رَانَّةٌ
“Dari
Ibnu Umar, ia berkata : “Rasulullah saw telah melarang mengantarkan jenazah
diserta dengan suara gaduh/keras”. (HR. Ibnu Majah).
Hadits
ini menurut Ibnu Ma’in adalah dha’if. Kata Ya’qub bin Shafyan dan Al Bazzar,
hadits itu tidak apa-apa, boleh dipakai. Dan hadits ini sejalan dengan hadits
lain yang lebih kuat yang melarang bersuara keras saat mengantarkan jenazah.
Sahabat Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi saw pernah bersabda :
لاَ تُتْبَعُ الْجَنَازَةُ بِصَوْتٍ
وَلاَ نَارٍ
“Tidak boleh mengantar jenazah dengan suara
ribut, juga tidak boleh mengantar jenazah dengan membawa api (semisal bakar
kemenyan, dll)”. (HR.
Abu Dawud).
Perempuan
tidak perlu mengantar jenazah ke kuburan
Sebuah
hadis menyatakan :
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَت :
نُهِيْنَا عَنِ اتِّبَاعِ الْجَنَازَةِ وَلَمْ يُعْزَمْ عَلَيْنَا
“Dari
Umu ‘Athiyah, katanya : “Kami (perempuan) dilarang mengantarkan jenazah, tetapi
(beliau) tidak memberatkannya”. (HR. Bukhari dan Abu Dawud).
Wallohu
A’lam bishshowab.
-----oOo-----